“Mas, bisa minta tolong starterin motorku?”
Pintaku pada seorang pria tinggi di depanku waktu aku selesai mengisi bensin.
Tak biasanya aku meminta bantuan kepada orang lain, apalagi dengan orang asing yang entah siapapun orangnya. Aku tipe orang yang apapun jika itu masih bisa dilakukan sendiri, aku lakukan itu sendiri. Namun, waktu itu memang sepertinya aku menyerah karena keadaan.
“Oh… ya mbak” sautnya
Setelah mencoba menstarternya beberapa kali sepertinya memang bukan pria itu yang tidak mampu manstarter motorku, tapi motorku saat itu memang yang rewel. Dan aku benci hal ini.
Si satria baja hitam ini ada-ada aja deh maunya.
Gak tau orang lagi keburu-buru apa?
Ya, satria baja hitam sebutan untuk motor butut yang selalu setia menemaniku.
“Sepertinya ini ada yang gak beres sama motornya mbak. Mungkin akinya”
“Lha trus gimana dong mas? aku buru-buru nih”
“Mbaknya punya sodara sekitaran sini gak yang bisa dihubungi?”
“Sodara? Waduh, siapa yaaa… Ada sih, tapi jauh dari sini dan aku gak yakin kalau dia bisa kesini” rengekku dengan wajah yang memelas
“Ya udah gini aja, mbaknya aku temenin nyari bengkel. Ntar kalau udah beres tak tinggal” jawabnya
“Waduh, aku jadinya ngerepotin mas dong?”
“Enggak kok, urusanku udah kelar, sekarang tinggal pulang aja. Laki-laki mah gampang pulangnya, kalau perempuan yang bahaya”
Sedikit heran pada waktu itu, kok ada ya cowok yang mau bantuin dengan sukarela kaya gitu? Biasanya sih, selalu aja ada maunya. Tapi dia beda.
“Oh ya, nama mbak siapa?”
“Dinda” jawabku
“Aku Diar”
“Aku tau bengkel sekitaran sini, mbak pake motorku ntar motornya mbak aku yang nuntun. Jalan aja lurus ntar ada toko cat merah, nah di sampingnya toko itu bengkelnya”
“Hah? Aku naik motor mas sementara mas nuntunin motorku? Wahh…”
“Gak papa, deket kok bengkelnya”
Dengan terpaksa mau tidak mau aku pun mengiyakan permintaannya. Aku juga butuh motorku sembuh, mau gimana lagi? Lagian juga mumpung ada orang baik, kenapa gak dimanfaatin? Pikirku
Akhirnya kunaiki motor matiknya menuju bengkel sesuai petunjuknya. Jaraknya lumayan jauh, naik motor aja hampir 10 menit, bagaimana dengan jalan kaki?
“Kasian mas-mas itu…” kataku dalam hati
15 menit kemudian terlihat pria itu dengan wajah sedikit kelelahan dan terlihat ngos-ngosan
“Aduhhh.. Mas, maaf ya.. aku ngerepoti banget”
“Gak papa mbak, nyantai aja”
Sesuai dengan janjinya tadi diawal, kalau sudah sampai bengkel, dia pergi.
“makasih ya mas, udah repot-repot bantuin aku. Nih minumnya, mas pasti haus” sambil menyodorkan botol minuman kemasan kepadanya
“Diar aja, gak pake mas” sambungnya
“Oh.. oke Diar” balasku
“Boleh minta nomor hapenya mbak?”
“Dinda aja, jangan panggil mbak” kataku dengan sedikit tersenyum simpul
“08**********”
“Oke, saved”
“Btw, makasih sekali lagi ya diar. Ngerepotin kamu banyak nih”
“Gak papa, selama aku bisa bantu, dengan senang hati aku bantu”
“Oke, aku duluan ya Dinda”
Dan dia pun berlalu pergi
Sudah beberapa bulan berlalu sejak kejadian si motor mogok, pria bernama Diar tak pernah menghubungiku. Meski dulu pernah dia minta nomor teleponku, namun aku juga tidak terlalu berharap untuk dihubunginya setiap hari. Masih belum mau membuka hati, dan ingin menikmati masa-masa kesendirian dengan sering ngumpul bareng teman, menikmati “me time”, nulis, baca buku, dan kegiatan yang lain.
“Hey… demen banget di kamar seharian neng?” sapa anya teman sekampusku
“Hei, kapan kamu masuk? Dasar! Suka banget masuk tanpa ijin” jawabku
“Halahhh.. kayak sama siapa aja deh kamu itu”
“Hahahaha…”
Anya, sahabatku. Kami berteman sejak awal ospek di kampus yang sama dan di jurusan yang sama pula, psikologi. Kita sering curhat-curhatan, dan melakukan kegiatan layaknya sahabat perempuan lainnya. Nyalon, hang out, nge mall, dsb.
“Din, kamu gak pengen nyari cowok? Gak bosen sendirian mulu?”
“Hogggaaahhh…”
Dengan malas aku menjawab pertanyaan sahabatku itu
“Kamu harus move on sayang… yang lalu itu udah jadi episodemu, mau gak mau kamu musti hadepin. Move on, temukan yang terbaik”
Entah mengapa, kalimat sayang dari sahabatku ini menenangkanku.
“Hmmm…”
“Oke, sekarang ubah sikapmu yang sok dingin sama cowok itu. Kamu dingin, tapi kadang kamu masih butuh mereka, sama aja bohong”
“Itu namanya kamu masih normal, masih mau sama cowok”
“Hahahaha… sumpah kamu memang penghibur sejati al. makasih ya”
“Anytime darling, apa sih yang enggak buat kamu” sautnya
“Halahhh… gombaaal” sautku sambil beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi
Tittit tittit
Terdengar suara hape berbunyi, sepertinya ada sms masuk. Entah dari siapa
“Din, ada sms tuhhh..” kata alya sambil berteriak di depan pintu kamar mandi
“Biarin ajaaa… masih mandiii…” jawabku santai
Setelah keluar dari kamar mandi, aku bergegas melihat handphone ku yang tadi berbunyi saat ada sms masuk.
Hi dinda, met pagi
Siapa nih? Udah agak siangan masih aja nyapa met pagi. Buta apa ya ni orang? Kataku dalam hati
Siapa ni?
Balasku singkat
“Siapa Din? Kok muka kamu sewot gitu?”
Dasar Miss Kepo, mau tau aja. Seruku dalam hati
“Tau nih, orang geje alias gak jelas”
Tak lama, smsku dibalas
Masa lupa? Sama aku?
“Ihh… geje banget ni orang, mana tau lah aku sama dia. ditanyain dia siapa malah balik nanya!” kataku dengan nada sedikit sewot
“Sabar neng, kalau ada sms tuh yang sabar ngeladeninnya. Siapa tau itu sms dari pangeranmu”
Hmmm… mulai deh, selain si Alya ini miss kepo, dia juga miss ngayal. Sumpah ucapannya ngayal abis. Kaya kita hidup di jamannya shakespeares aja.
Ni diar
Tak lama sms kedua pun masuk ke handphoneku
“Ohhh.. si Diarrr….”
“Siapa neng? Diar, Diar siapa?”
“Ada lahh temen, ntar aku certain di jalan. Kita udah telat ngampus nooonn…”
Ucapku seraya bergegas ke luar dari kamar. Pukul 09.00 ada jam mata kuliah Pak Rus yang mahasiswanya wajib datang tepat waktu. Dan kami pun meluncur dengan kecepatan penuh dengan siapa lagi kalau bukan si satria baja hitam. Motor yang kala itu mogok dan mempertemukanku dengan seorang yang bernama Diar.
“Jadi waktu itu kamu ketemu si Diar ini?”
Seru miss kepo alias Alya ketika aku ceritakan asal mula pertemuanku dengan seorang bernama Diar. Kala itu, memang kantin terlihat sepi. Jadi kami bisa ngobrol lama berdua setelah jam mata kuliah Pak Rus yang melelahkan sekaligus menguras tenaga.
“Iya Al, gak tau kenapa aku tiba-tiba aja pengen minta bantuan sama dia”
“Padahal kan….”
“Padahal kan kamu orangnya jaiman buat minta bantuan orang lain” sambung Alya.
Sepertinya memang miss kepo ini tau banyak tentangku, dan hafal dengan sifat-sifatku.
“Hehe.. iya sih” jawabku
“Trus, kapan mau ketemuan lagi sama dia?”
“Gak tau juga, tadi dia ngajakin ketemuan gitu. Tapi aku males ah kalau sore-sore”
“Mana ada cowok yang mau sama kamu non, kalau kamunya sendiri gak mau diajakin ketemuan?”
“Iya… Iya… ntar deh. kalau dia sms, kita ketemuan”
“Nah.. gitu dong, katanya pengen cepet nikah, tapi kamunya nutup diri mulu”
“Wahh.. mulai deh..”
Ucapan Alya tentang pernikahan membuatku males banget untuk dibahas. Memang, aku akui pernah berucap pada Alya kalau terlalu lelah untuk pacaran dari satu orang ke orang lain. Inginnya sekalinya bertemu sesorang, langsung menikah. Dan kalimatku ini selalu saja dipakai oleh Alya sebagai bahan tertawaan saja.
Sejak pertemuan sore hari waktu itu, kita jadi sering berkomunikasi. Dari sms an, telpon, sampai tak jarang bertemu. Hal tersebut yang membuat kami semakin lama semakin dekat satu sama lain. Mungkin orang yang melihat kita seperti dua orang yang sedang berpacaran. Namun, kita, dia ataupun aku tak pernah sekalipun mengatakan “maukah kamu jadi pacarku?”. Bagi kami kalimat itu sudah basi. Ketika kita cocok, ya sudah jalan. Ketika tidak, mungkin kita bisa jadi teman. Teman tapi mesra. Haha… mungkin karena tidak adanya penegasan hubungan itulah yang membuatku seperti tak sepenuh hati padanya. Namun aku jujur suka dia. dia yang penyabar, ngemong, dsb.
“Nanti kamu mau aku jemput jam berapa?” ujarnya mesra
“Terserah kamu aja. Aku pulangnya jam 2 kok” jawabku
“Oke, jam setengah 2 aku jemput”
“Oke”
Dan tiba tiba….
Muahh
Ciuman di kening darinya membuatku kaget. Kulihat dia tersenyum simpul dan aku pun tersenyum sambil berlalu pergi.
Eh… buset ni orang. Main cium-cium aja gak pake permisi.
Ujarku dalam hati
—
“Nanti ada waktu? Aku pengen ngajak kamu jalan sekalian kita nyari makan yuk di luar”
“Oke, tumbenan pake tanya ada waktu segala? Biasanya ujug-ujug datang ke rumah”
“Ada yang mau disampein sama kamunya”
“Ohh… oke, ntar aku sms ya”
Biiibbb.. dan telepon darinya seketika ditutup.
Kenapa berasa ada yang aneh ya? Pikirku. Ya, sepertinya memang ada hal yang penting yang mau dibicarakannya. Entah hal apakah itu, aku sangat penasaran. Semoga saja kabar baik yang bakal disampaikannya. Semoga…
Setengah jam berlalu, dia belum juga muncul di depan rumahku. Memang menunggu adalah hal yang paling membosankan di seluruh dunia. Apa lagi kita sebagai seorang cewek, dandan sudah mulai dari sepuluh menit sebelum waktu yang ditentukan. Ini saran dari miss kepo alias alya padaku.
“Dinda… kamu udah gede. Coba dandan, pasti kamu cantik deh. Usahain dandan sepuluh menit sebelum jam yang ditentuin”
Sambil mengingat petuah si Alya, aku pun tersenyum-senyum sendiri sampai tanpa sadar Diar sudah sampai di depan pintu rumahku dan sedang melihatku tersenyum.
“Senyum-senyum sendiri, lagi mikirin aku ya?” ujarnya
“Ihh… pede banget” jawabku
“Dandananku sampai hampir luntur gara-gara nungguin kamu”
“Ya deh.. maaf”
Seperti biasa, aku pun luluh lantah dengan ucapan maafnya. Aku suka senyum itu ketika dia meminta maaf. Seperti tulus dari dalam hati.
“Sory tadi gak bisa jemput kamu gara-gara ada tugas dari kantor mendadak”
“Ya.. gak papa. Aku ngerti. Lagian aku juga udah ada si baja hitam”
“Oke, that’s ur second boyfriend rite? Hehe”
“Bisa dibilang gitu kalau kamunya telat jemput aku. Hehe”
Mungkin dia sudah lupa dengan tujuannya mengajakku keluar kali ini, seperti yang dia katakan tadi akan ada yang disampaikan. Ah.. sudahlah. Mungkin bukan hal yang penting. Yang jelas nasi goreng favoritku kala itu terasa nikmat sekali karena memang rasanya yang pas dan ada dia di sampingku. Lengkap.
“Minggu depan aku ada tugas dari kantor”
Seketika aku memelankan sendokan makananku
“Oke, trus?”
“Aku dipindah tugas ke luar kota”
“Aku dipindah ke bandung”
Nafsu makanku berhenti sesaat
“Trus kita?” jawabku sambil menatap matanya
“Kita jalanin, LDR” jawabnya enteng
“Enggak, aku gak bisa”
“Aku bakalan hubungi kamu tiap hari sayang…” ucapnya memelas sambil memegang erat tanganku
“Lepasin, malu diliat orang”
Sepertinya kata-kataku tak dihiraukannya. Malah semakin erat tanganku digenggamnya
“Minggu depan aku berangkat, aku mau kita tetap jalanin ini berdua. Bandung, gak ada apa-apanya kalau kita sering komunikasi”
“Mungkin kamu bisa, tapi aku enggak”
“Sudahlah kita pulang aja. Aku udah kenyang. Gak usah bahas ini lagi di depanku”
Kutinggalkan nasi goreng yang masih belum habis di atas meja. Membicarakan hal ini, membuat selera makanku hilang seketika. Dan diapun menuruti kemauanku untuk pulang meski aku lihat dia memang benar-benar kelaparan.
—
Aku besok ada tes magang, kamu udah makan belum?
Sms ku padanya beberapa hari kemudian sejak kejadian malam itu. Baru kali ini aku sms dan menghubunginya lagi setelah malam itu kita hampir tak pernah bertemu.
Udah sayang, kamu? Ntar kita jalan yuk.. aku kangen
Balasnya
Ya, boleh. Ill call u later
Jawabku singkat
Oke
Benar saja, sepanjang perjalanan tak sedikitpun ia membahas masalah keberangkatannya ke bandung waktu itu. Padahal jika dihitung, besok memang jadwalnya ke bandung. Kenapa harus berbarengan dengan aku yang ada tes magang? Mengenaskan.
Kita berhenti di suatu tempat, seperti rumah seorang temannya. Dia belum pernah cerita tentang teman-temannya padaku. Maklum, kita baru dua bulan jalan. Mungkin lebih penting untuk membahas tentang pribadi masing-masing barulah memperkenalkan teman-teman kita. Diar pun belum pernah kupertemukan dengan miss kepo si Alya. Padahal si Alya udah penasaran dengan gebetan baruku. Ya, “Gebetan Baru” kata alya.
“Dan, mau ambil barangku yang kemaren ya…” sapa Diar kepada Dani, temannya
“Oke, ambil aja di atas meja Yar” jawab dani
Dan dia pun menyerahkan bingkisan kotak berwarna biru padaku. Dia memang sudah tau semua yang aku suka, warna kesukaanku, sampai tipe pria idamanku.
Hmmm.. apa nih?
Ucapku dalam hati, sambil penasaran isi dalam kotak itu
“Bukanya nanti kalau udah nyampe rumah ya sayang”
“Apa-apaan sih? Aku kan ulang tahun udah jauh ketinggalan?”
“Buat kamu, semoga manfaat. Biar inget aku terus”
“Hahaha.. gombal dehh.. emang gak bisa dibuka disini ya? Penasaraannn” ucapku dengan nada sedikit manja
“Dibuka di rumah sayang…” jawabnya sambil mengelus kepalaku
“Oke”
Penasaran dengan apa yang diberikan diar kepadaku, aku bergegas membuka isi dalam kotak yang bersampul biru itu. Seperti sebuah kotak sepatu namun aku tak lantas percaya. Karena terkadang isi dengan kotak tak sama, seperti halnya kado teman-temanku yang iseng ketika aku ulang tahun.
Haahhh??? Sepatuuu… tau aja sayangku ini kalau besok aku lagi butuh sepatu
Tanpa sadar sambil loncat-locat aku kegirangan menerima kado sepatu darinya
Tiba-tiba dering sms dari handphone ku pun berbunyi
Sayang, jangan lupa dibaca suratnya di dalam kotak sepatunya ya
Ternyata sms darinya
Makasih sayang… tau aja kalau aku besok butuh sepatu..
Balasku
Suka gak?
Balasnya singkat
Suka bangettt…
Kucari surat yang katanya ada di dalam kotak sepatu itu. Ketemu, kemudian kubaca. Alangkah kagetnya aku membaca surat darinya. Isinya…
Aku tak pernah sedikitpun ragu padamu
Sejak pertama kita bertemu, aku pun tak ragu untuk menolongmu.
Aku bukan orang yang mudah bergaul dengan siapapun
Tapi denganmu, aku tau hidupku berubah
Tidak lantas seratus delapan puluh derajat, namun perlahan berubah.
Aku ingin kamu yang ada saat aku ingin seseorang untuk menemaniku
Saat ini hingga mungkin nanti, jika diperkenankan engkaulah jodohku
Terima kasih, kamu mengembalikan perasaanku
Perasaan jatuh cinta lagi
Aku jatuh cinta lagi
Itu pun hanya padamu
belum ada siapapun karena aku bukan pula orang yang mudah jatuh cinta
besok siang aku berangkat, mungkin kamu tidak tega mengantarku pergi
namun ketahuilah, hadirmu bisa jadi pengingatku dikala aku jauh
datanglah temui aku, atau jika tidak telepon darimu yang paling kutunggu
Dan aku pun berurai air mata membaca surat darinya. Mungkin aku bukan seorang wanita yang suka membaca surat-surat yang romantis, namun tulisannya membuatku menangis sejadi-jadinya. Ingin sekali aku menghubungi Alya, sahabatku. Namun dalam hatiku berkata
Alangkah baiknya jika aku tidak cerita kepada siapapun
Categories: Hobi
0 komentar:
Posting Komentar